Senandika #2 Sembunyi Tetes
PoV Puan
Kamu adalah kenangan yang ingin kubunuh secara paksa dari ingatan, namun hati selalu tak ingin melakukannya. Sampai sekarang, aku belum terbiasa melewati hari tanpa mendengar suaramu, tanpa melihat wajahmu, tanpa merasakan genggamanmu. Namun, semua itu tidak tak akan pernah terjadi lagi, bukan?
Aku membiarkan hatiku yang telah berdarah untuk selalu mengingatmu, di saat yang sama aku menjahitnya kembali dengan hal-hal baru meski tahu benang yang kurajut kembali terburai setiap kali kenangan bersamamu diam-diam menyusup ke dalam ruang hati.
Hidup yang kujalani tak lagi indah, karena dari titik manapun aku memandang, semua yang kulihat adalah kamu.
Tidak mudah untuk membiasakan hidup tanpa kamu, namun lambat laun aku pasti akan terbiasa. Aku berusaha melupakanmu dengan berbagai cara. Lembaran-lembaran hari yang kusam kutulis dengan hal-hal baru.
Barangkali rasa sakit bisa sedikit dilupa dengan melarutkan diri dalam berbagai kesibukan. Namun, kenangan bersamamu menjelma rentenir yang mengejarku ke mana-mana. Aku adalah korban yang sama sekali tak pernah berhutang luka kepadamu tetapi harus membayar bahagia yang mulai kupupuk dengan cerita-cerita lalu bersamamu yang menoreh luka.
Kadang-kadang sebuah pertanyaan membenak di kepalaku, apakah kenangan ini menghantui kamu juga? Sepertinya tidak, kamu sudah memilih bahagia dengan dia sementara aku masih saja berkabung dengan perasaan ini sendirian.
Terkadang aku merasa semua ini tidak adil bagiku karena keadaan terlalu memihak kepadamu. Kamu yang melukai manisnya hubungan kita yang lalu tetapi kenapa keadaan masih saja berbaik hati membuatmu bahagia? Kenapa harus aku yang merasakan luka sendirian? Kenapa tidak kamu saja yang terluka karena sudah menyakiti seseorang yang tulus mencintaimu?
Sudah saatnya hati harus sadar bahwa hanya aku yang mencintaimu dengan segenap hati. Kamu tidak pernah benar-benar mencintaiku sehingga dengan mudahnya kamu memalingkan hatimu kepada dia.
Pernahkah kamu memikirkan atau setidaknya menebak-nebak bagaimana aku melewati hari tanpamu sekarang?
Entah kenapa pertanyaan yang tidak kukehendaki ini selalu saja melintas di sudut pikiranku. Pertanyaan bodoh yang hanya membuat aku tak bisa meniti hari dengan bahagia. Mungkin karena hati kecilku masih berharap-harap kamu datang menjamu dekap. Berharap bahwa pengkhianatan yang kamu lakukan hanyalah sebuah bunga tidur yang tak akan pernah menjadi nyata. Berharap bisa mengulang waktu sehingga aku bisa memutuskan untuk tidak terlalu mencintaimu karena hanya akan membuat luka di kalbu.
Hati masih saja tak mempercayai bahwa ia hanya kamu jadikan sebagai tempat persinggahan. Berkali-kali berusaha membantah pengkhianatan yang telah kamu buat. Aku tahu bahwa hatiku sama sekali tidak siap, sementara kamu dengan tiba-tiba meremukkan hatiku dalam sekejap. Rasanya menyakitkan, namun hati masih saja mengganggap semua ini tidak nyata. Seolah-olah kamu hanya sedang bercanda memutuskan hubungan ini dan meninggalkanku sendirian.
Hati, sadarlah, dia hanya bercanda ketika mengatakan akan mencintaimu dengan sungguh-sungguh. Buktinya, dengan amat mudah dia memindahkan perasaannya ke orang lain.
Di depan semua orang, aku adalah orang yang selalu menghiasi wajah dengan secarik senyum dan tawa. Tak ada gunanya memperlihatkan kesedihanku kepada orang-orang. Aku menyimpan kesedihanku sendirian dan memeluknya erat-erat dalam selimut malam. Tetes-tetes yang kusembunyikan sepanjang hari mengalir memeluk pipi. Aku memaksa diriku menjadi sosok yang kuat, tetapi jika dengan menangis dapat menghilangkan sedikit penat, biarkanlah. Aku benci untuk mengakui bahwa kamu masih saja menjadi tetes-tetes yang selama ini kusembunyikan.
***
Komentar
Posting Komentar