Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2020

Senandika #2 Sembunyi Tetes

PoV Puan Kamu adalah kenangan yang ingin kubunuh secara paksa dari ingatan, namun hati selalu tak ingin melakukannya. Sampai sekarang, aku belum terbiasa melewati hari tanpa mendengar suaramu, tanpa melihat wajahmu, tanpa merasakan genggamanmu. Namun, semua itu tidak tak akan pernah terjadi lagi, bukan?  Aku membiarkan hatiku yang telah berdarah untuk selalu mengingatmu, di saat yang sama aku menjahitnya kembali dengan hal-hal baru meski tahu benang yang kurajut kembali terburai setiap kali kenangan bersamamu diam-diam menyusup ke dalam ruang hati.  Hidup yang kujalani tak lagi indah, karena dari titik manapun aku memandang, semua yang kulihat adalah kamu. Tidak mudah untuk membiasakan hidup tanpa kamu, namun lambat laun aku pasti akan terbiasa. Aku berusaha melupakanmu dengan berbagai cara. Lembaran-lembaran hari yang kusam kutulis dengan hal-hal baru.  Barangkali rasa sakit bisa sedikit dilupa dengan melarutkan diri dalam berbagai kesibukan. Namun, kenangan bersamamu menjelma r

Senandika #1 (Bukan) Genggam

PoV: Puan Bagaimana bisa napas yang kuhela sekarang menjadi sangat menyesakkan. Pemandangan kota yang biasanya menjadi tempat menjamu rindu, kini menjadi amat mengganggu. Aku masih ingat ketika untuk pertama kalinya kamu menaruhkan telapak tanganmu yang hangat di punggung tanganku yang tiba-tiba saja dingin membeku. Aku masih ingat ketika matamu yang menatap mataku menjelma cahaya matahari di pagi hari. Hangat.  Aku masih ingat bagaimana susah payahnya mengatur degup jantungku yang seolah-olah akan meledak. Aku masih ingat bagaimana kita berdua meniti hari dengan banyak kisah bahagia. Aku juga masih ingat betapa beraninya aku memberikan genggamanku kepadamu, sesuatu yang belum pernah aku percayakan kepada siapapun. Karena kamu berbeda waktu itu. Aku masih ingat, dahulu, saat kamu masih di sini, aku seperti mendapat seseorang yang paling mengerti bagaimana diriku. Kamu amat berbeda waktu itu, entah bagaimana kehadiranmu sempat mengundang banyak canda dan tawa. Hari-hariku begitu dip

Puisi #2 Pria Alamanda

Gambar
Bayu mendesir malu-malu, menjinjit tapak agar kedatangannya tak mengusik kemesraan dahan dan dedaunan yang saling menggenggam dalam lelap. Ia gelitik pelepah-pelepah kelapa yang enggan membuka mata dan lantunkan selamat pagi pada embun yang diam-diam merangkak pulang meninggalkan rerumputan yang asyik bersenda gurau dengan mimpi. Ia sapa para alamanda yang menguntum anggun di dalam sejuknya selimut pagi. Pria tua datang menghela langkah-langkah timpang, ia gulung selimut pagi dan bangunkan mentari yang berselubung nyaman  di balik bentangan awan. Si bayu menjeling cemburu, pria tua bercengkerama dengan alamanda yang merona malu.  Dia merangkai aksara rindu untuk perempuan yang telah beranjak sejak lama, mengukir sepotong senyum yang tak dapat lagi membingkai indah di sudut mata. Pada kelopak-kelopak kuning nan memesona, ia bujuk para bulir yang bertengger anggun di rapuhnya punggung si kembang agar sudi menemani hingga si bunga menguntum indah dan semesta melirik jengah. Ia

Cerpen #1 Paket Air Mata

Gambar
Aku membantunya mengepak barang-barangnya yang lumayan banyak. Sebentar lagi ia akan angkat kaki dari kontrakan yang telah menampungnya selama dua tahun ini. Dia akan meninggalkan kota ini. "Apakah sudah dikemas semua barang-barangmu? Apa masih ada yang tertinggal?" " Nggak , sudah semuanya. Kita benar-benar pisah, dong ," katanya cemberut. "Kenapa? Kamu bingung nggak  akan ada orang yang mau dengar curhat kamu lagi?" Kataku sambil memasukkan satu persatu kotak barangnya ke dalam mobil. Lama dia terdiam, entah memikirkan apa. Mungkin memikirkan Toni, pacar terbarunya itu. "Nanti bagaimana kalau saya mau curhat sama kamu?" "Pakai telepati saja." "Kamu kenapa nggak punya hape , sih ? Apa perlu saya belikan sepuluh untuk kamu?" Aku mengangkat pundakku, membiarkan dia mencari jawabannya sendiri. " Sok sok an mau membelikanku sepuluh hape , memangnya kamu bisa?" "Kamu pun bisa saya beli kalau